SEJARAH BERDIRINYA TAMAN BUDAYA JAWA TENGAH
Taman Budaya Jawa Tengah di Surakarta, secara legal formal sebagai lembaga kebudayaan, terbentuk sejak tanggal 16 Agustus 1978 berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 0276/O/1978 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Taman Budaya, yang ditandatangani oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Dr. Daoed Joesoef, waktu itu.
Pembentukan Taman Budaya Jawa Tengah dan Taman Budaya lainnya di Indonesia, sesungguhnya diawali oleh ide/gagasan dari Direktur Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Prof. Dr. Ida Bagus Mantra, yang menjabat pada periode tahun 1968-1978. Gagasan ini muncul pada awal tahun 1970-an, setelah Direktur Jenderal Kebudayaan bersama rombongan melakukan kunjungan kerja ke beberapa negara maju di kawasan Eropa.
Menurutnya, di negara-negara yang dikunjunginya itu, dijumpai adanya pusat-pusat kebudayaan yang begitu maju dan hidup dengan didukung oleh sarana dan prasarana yang amat memadai sebagai “etalase” seni budaya dari daerah negara-negara tersebut.
Setelah hasil kunjungan kerja dan gagasan awal itu dikemukakan, lantas dilakukanlah kajian yang mendalam dan komprehensif dengan melibatkan pihak Bappenas dan para budayawan yang, diantaranya, berhimpun di Dewan Kesenian Jakarta, untuk lebih intensif merencanakan pembentukan atau pendirian pusat-pusat kebudayaan/kesenian daerah di Indonesia yang nantinya menjadi embrio lembaga Taman Budaya seperti yang dikenal sekarang ini.
Dengan kata lain, rencana pembentukan atau pendirian Taman Budaya di Indonesia sesungguhnya berawal dari adanya Proyek Pengembangan Kesenian berupa Pusat-pusat Kesenian yang diselenggarakan di beberapa provinsi, melalui Proyek Pelita Departemen P Dan K Pengembangan Kebudayaan yang digelontorkan oleh pemerintah pusat di masa-masa awal pemerintahan Orde Baru berkuasa.
Pusat Kesenian/Kebudayaan Jawa Tengah (PKJT) merupakan cikal bakal terbentuknya Taman Budaya Jawa Tengah. Pemilihan lokasi keberadaan Taman Budaya Jawa Tengah di Surakarta adalah sebuah kekhususan dan tidak bisa dilepaskan dari peran penting Pak Gendhon (nama aslinya Sedyono Djojokartiko Humardani atau S.D. Humardani) yang waktu itu pada dekade 1970-an menjabat sebagai pimpinan Proyek Pelita Departemen P Dan K Pengembangan Kesenian Jawa Tengah yang mengelola Pusat Kesenian Jawa Tengah (PKJT), sekaligus juga menjabat sebagai Ketua Akademi Seni Karawitan Indonesia (ASKI) di Surakarta, dan ditugasi oleh Pemerintah Pusat melalui Depatemen Pendidikan dan Kebudayaan untuk merintis pendirian Taman Budaya Jawa Tengah di Surakarta.
Taman Budaya Jawa Tengah di Surakarta adalah satu-satunya Taman Budaya di Indonesia yang tidak terletak di ibukota provinsi. Pemilihan kota Surakarta sebagai lokasi Taman Budaya Jawa Tengah didasari oleh berbagai pertimbangan, antara lain, bahwa Kota Surakarta memiliki beberapa potensi sosio-kultural yang dapat menjadi modal dasar bagi pengembangan kebudayaan.
Potensi-potensi tersebut, yaitu Kota Surakarta sebagai ”kedhung kabudhayan” yang didukung oleh adanya dua keraton, yakni Keraton Kasunanan dan Keraton Mangkunegaran. Selain itu, terdapat tiga lembaga pendidikan yang diharapkan mampu bersinergi, yaitu Sekolah Menengah Konservatori Indonesia (SMKI, sekarang menjadi SMKN 8), Akademi Seni Karawitan Indonesia (ASKI) yang kini menjadi Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, dan Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) yang lokasinya sebelah menyebelah dengan Taman Budaya Jawa Tengah.
Pada awalnya, pengelolaan Pusat Kebudayaan/Kesenian Jawa Tengah, Akademi Seni Karawitan Indonesia (ASKI), dan Taman Budaya Jawa Tengah berada satu atap di Ndalem Sasono Mulyo, Baluwarti, Surakarta, sebuah bangunan milik Kraton Surakarta, mulai awal dekade tahun 1970-an hingga paruh tahun 1980-an.
Melalui Proyek Pengembangan Kesenian Jawa Tengah tersebut, Gendhon Humardani mulai merintis pembangunan sarana dan prasarana Taman Budaya Jawa Tengah, beserta aktivitas keseniannya. Cita-cita adanya Taman Budaya sebagai Pusat Kesenian di Jawa Tengah yang dirintisnya itu diharapkan mampu menunjang setiap usaha pengembangan kebudayaan dan menanggulangi proses pemiskinan nilai-nilai budaya yang dapat mengakibatkan pendangkalan pengetahuan dan penghayatan serta kelesuan kreativitas dan daya inovatif di bidang seni. Untuk mewujudkan cita-citanya itu, Gendhon Humardani melakukan berbagai kegiatan persiapan, mulai dari menghimpun pendapat dari para tokoh, studi tentang lokasi, studi teknis sampai pada penyusunan tata letak bangunan.
Atas dasar pertimbangan itu, pada tahun 1981 mulailah dilaksanakan persiapan-persiapan pembangunan fisik di lokasi Jalan Ir. Sutami 57 Kentingan, Jebres, Surakarta, sebagai lokasi kantor Taman Budaya Jawa Tengah. Salah satu bangunan utama dan pertama dibangun pada sekitar tahun 1983 adalah Pendopo (Ageng). Bangunan Pendopo ini cukup besar dan monumental, memiliki ukuran 40 x 40 m atau seluas 1600 m2, dan berbentuk ”joglo” (arsitektur Jawa). Pembangunan Pendopo ini selesai pada tahun 1987/1988 dan mulai difungsikan. Keberadaan dan peranan Pendopo ini sangat penting pada periode awal aktivitas Taman Budaya Jawa Tengah yang menempati lokasi baru seluas 5,17 ha di wilayah timur Kota Surakarta, karena bangunan tersebut bersifat multi-fungsi atau dapat digunakan untuk berbagai aktivitas, baik kegiatan perkantoran maupun kesenian. Maka pada tahun 1987/1988 itu pulalah Taman Budaya Jawa Tengah berangsur-angsur pindah ke tempat yang baru hingga sekarang.
Pada tahun 1981 itu pulalah terjadi pergantian pimpinan Taman Budaya Jawa Tengah secara definitif. Murtidjono adalah seorang sarjana filsafat lulusan dari Fakultas Filsafat, Universitas Gajah Mada Yogyakarta, yang diangkat sebagai Kepala Taman Budaya Jawa Tengah pertama secara definitif sejak tahun 1981 berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor: 92798/C/3/1981, tanggal 26 Nopember 1981. Sebelumnya ia terlebih dahulu ditunjuk untuk melaksanakan tugas selaku Penjabat Sementara Kepala Taman Budaya Jawa Tengah di Surakarta berdasarkan Surat Tugas dari Kepala Kantor Wilayah Departemen P dan K Propinsi Jawa Tengah Nomor: 1831/I 03/C 81, tanggal 19 September 1981, di samping jabatannya pada waktu itu sebagai Sekretaris Jurusan Tari ASKI Surakarta. Ia merupakan Kepala Taman Budaya Jawa Tengah pertama sekaligus terlama. Sekitar 26 tahun lamanya ia menjabat sebagai Kepala Taman Budaya Jawa Tengah, sejak diangkat kali pertama pada tahun 1981 hingga memasuki purna tugas (pensiun) pada per 1 Agustus 2007.
Di tangan kedua tokoh tersebut, Gendhon Humardani dan Murtidjono, kedua lembaga kebudayaan/kesenian, Pusat Kebudayaan/Kesenian Jawa Tengah (PKJT) dan Taman Budaya Jawa Tengah, yang mereka kelola dapat tumbuh dan berkembang dengan pesat, sehingga kedua lembaga itu dikenal sangat berwibawa dan tersohor di seantero negeri, bahkan manca negara, melalui berbagai event yang diselenggarakan.
Sebagaimana lembaga lainnya, Taman Budaya Jawa Tengah pun mengalami dinamika kelembagaan. Pada awalnya, Taman Budaya Jawa Tengah berada di bawah Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI (1978-2002) berdasarkan pada Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor: 0276/0/1978 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Taman Budaya, tanggal 16 Agustus 1978.
Setelah adanya otonomi daerah, Taman Budaya Jawa Tengah menjadi UPT Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah (2002-2008). Taman Budaya Jawa Tengah merupakan unsur pelaksana operasional yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor: 1 Tahun 2002 Tentang Pembentukan, Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi dan Susunan Organisasi Unit Pelaksana Teknis. Sedangkan penjabaran tugas pokok dan fungsi tata kerja Taman Budaya Jawa Tengah pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah tertuang dalam Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 53 Tahun 2003.
Dalam perkembangan selanjutnya, tahun 2008, Taman Budaya Jawa Tengah mengalami perubahan pada instansi induknya. Semula berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah berubah menjadi di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah (2008-2016). Hal ini sebagaimana tertuang dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor: 6 Tahun 2008 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi Jawa Tengah; Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 66 Tahun 2008 Tentang Penjabaran Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah; dan Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 48 Tahun 2008 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah.
Pada tahun 2017, Taman Budaya Jawa Tengah kembali ke instansi induk semula yakni berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah (2017-sekarang). Hal ini sebagaimana tertuang dalam Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 117 Tahun 2016 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah dan dipertegaskan lagi dengan Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 50 Tahun 2018 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Daerah Pada Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah, tanggal 1 Maret 2018.
Saat ini, Taman Budaya Jawa Tengah yang beralamat di Ir. Sutami 57 Kentingan, Jebres, Surakarta dengan menempati areal seluas 5,17 Ha telah didukung oleh berbagai sarana dan prasarana, antara lain Pendapa Ageng, Teater Arena, Teater Taman Bong, Teater Tertutup, Galeri Seni Rupa, Artshop, studio-studio, bangsal-bangsal pengrawit, wisma seni, perangkat alat sound system, lighting system, alat-alat kesenian, dan lain-lain. Seluruh sarana dan prasarana yang ada itu cukup representatif untuk melaksanakan berbagai event kesenian dalam skala apa pun, baik skala regional, nasional, maupun internasional. (wijang jr-kasi pelestarian seni tbjt)
PEMERINTAH PROVINISI JAWA TENGAH DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TAMAN BUDAYA JAWA TENGAH